Oleh: Hasan Husen Assagaf
PERNAH Imam Ali ra kehilangan tameng pemberian dari Rasulallah saw. Tameng itu sangat berharga bagi beliau. Bukan harga temengnya yang mahal tapi orang yang memberi hadiah tameng itu sangat berharga bagi beliau. Secara kebetulan, disaat beliau berjalan tameng yang hilang bertahun tahun itu ditemukannya. Beliau melihat seorang Yahudi memegang tameng yang sama bentuknya dengan tameng beliau yang hilang. Karena penasaran, Yauhudi itu dihampirinya sehingga beliau bisa melihatnya dengan jelas.
Setelah itu baru beliau yakin bahwa tameng yang berada di tangan Yahudi itu adalah tamengnya. Dengan tanpa ragu ragu beliau bertanya “Dari mana kau dapatkan tameng ini? Tameng ini adalah tamengku. Aku tidak pernah memberikannya kepada siapa pun”. Yahudi itu dengan sewet berkata “Siapa bilang tameng ini tamengmu. Ini adalah tamengku”. Kemudian Imam Ali berkata “Kalau begitu mari kita bersama sama pergi ke mahkamah”.
Akhirnya mereka besama sama pergi ke mahkamah. Dan kebetulan yang menjadi qadhi (hakim) pada waktu itu adalah anak murid beliau sendiri yang bernama Syuraih. Imam Ali menerangkan kepada Syuraih apa yang terjadi antara beliau dan Yauhudi. Kedua duanya dipersilahkan duduk dan Syuraih meminta keterangan dari masing masing. Syuraih betanya kepada Imam Ali “Katakanlah apa yang hendak kau katakan wahai Amirul Mumini”. Imam Ali menjelaskan bahwa tameng yang dipegang oleh Yahudi itu adalah miliknya. Sekarang giliran Yahudi ditanya oleh Syuraih “Betulkan tameng itu milik Amirul Muminin Ali”. Yahudi pun segera menjawab “tameng ini adalah milikuku bukan miliknya”. Setelah itu qadhi Syuraih meminta kepada Imam Ali dua saksi yang membuktikan bahwa tameng adalah milik beliau. Imam Ali berkata “Ya, aku memiliki dua saksi, pertama adalah Ganbar (pembantu Imam Ali), dan yang kedua adalah anakku sendiri Hasan”
Mendengar ulasan Imam Ali ra, qadhi Syuraih langsung berkata “Saksi seorang anak bagi bapaknya tidak sah”. Lalu Syuraih pun memutuskan bahwa tameng adalah milik Yahudi bukan milik Imam Ali ra.
Mendengar keputusan hakim, Yahudi tadi merasa taajub dan tergugah hatinya bahwa seorang Amirul Mumini menerima dengan rela keputusan mahkamah. Ia merasa agama yang dibawa Rasulallah saw adalah agama yang benar dan hak. Tidak ada perbedaan antara Amirul Muminin dan rakyat biasa, tidak ada pandang bulu antara pemimpin dan yang dipimpin, tidak ada perbedan kulit, warna dan ras. Dari kejadian itu Yahudi mendapatkan hidayah Allah dan langsung mengucapkan dua kalimat tauhid seraya berkata “Aku mengakui bahwa tidak ada Tuhan yang patut disembah selain Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah. Ambil lah tameng ini sesungguhnya ia bukan milikku, tapi milik Amirul Muminin Ali bin Abi Thalib”.
Begitulah dakwah yang diajarkan Imam Ali ra . Ia menunjukkan dua hal sekaligus, pertama Islam adalah agama yang santun dan mengajarkan tolerans, dan yang kedua beliau adalah pemimpin Islam yang berakhlak dan memiliki nada hormat kepada sesama, bahkan kepada seorang Yahudi. Rasulallah saw diutus membawa agama Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam bukan rahmat untuk satu golongan. Islam membawa perasaan nyaman terhadap pemeluknya, juga membuat orang lain simpati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan postkan komentar anda__